Harta Karun Lima Museum Dipamerkan di Tuban

oleh -
MATERPIECE : Penampakan Kalpataru Masterpiece Museum Kambang Putih Tuban

TUBAN

Penulis : M.Rizqi

Link Banner

Lenterakata.com – Setiap museum mempunyai harta karun atau koleksi unggulan yang disimpan. Koleksi yang disebut masterpiece menjadi koleksi utama yang dibanggakan masing-masing museum.

Di Kabupaten Tuban, sejak 2 Oktober lalu, dipamerkan masterpiece lima museum. Selain Museum Kambang Putih Tuban sebagai tuan rumah, ada koleksi utama empat museum yang juga dipamerkan sampai 6 Oktober besok, di Museum Kambang Putih Tuban, di Jalan  R.A Kartini No.3, Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban.

Museum Kambang Putih memamerkan Kalpataru sebagai masterpiecenya. Sebuah benda berupa ukiran kayu yang ditemukan area makam Sunan Bonang. Dalam ukiran tersebut terdapat berbagai tempat ibadah seperti masjid, candid an lainnya sebagainya.

Kalpataru diyakini sebagai peninggalan Sunan Bonang. Benda itu sebelumnya merupakan tiang utama sebuah pendapa yang ada kompleks makam. Ukiran dalam Kalpataru menyiratkan ajaran Sunan Bonang yang menyebarkan Islam dengan damai dan santun serta sangat menghargai keragaman dan perbedaan serta menjunjung toleransi.

Museum lain yang memamerkan masterpiecenya adalah Museum Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal Taman Mini Jakarta, Museum Batik Pekalongan, Museum Airlangga Kediri, dan Museum Daerah Tulung Agung (Wajakensis).

Masterpiece dari Musuem Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal Taman Mini Jakarta adalah Mushaf Istiqlal. Mushaf tersebut dibuat pada tahun 1991-1995 atas inisiasi dari Presiden Seoharto. Mushaf Istiqlal merupakan salah satu mushaf dari dua mushaf di Indonesia yang memiliki iluminasi mushaf yang merepresentasikan (kala itu) 27 provinsi yang ada di Indonesia.

“Biasanya setiap daerah hanya memiliki satu iluminasi, contohnya kalau di museum kami ada Mushaf Jakarta, Mushaf Sundawi, Mushaf Jambi, dan sebagainya,” jelas Ida Fitriani edukator di Museum Bayt Alqur’an, saat ditemui di lokasi pameran.

Ida juga menambahkan bahwa corak representatif 27 provinsi tersebut diambil dari ciri khas daerah, baik itu dari bentuk bangunan, tekstil, batik, dan lain sebagainya. Selain memiliki ciri khas iluminasi mushaf 27 provinsi, Mushaf Istiqlal juga merupakan salah satu mushaf yang penulisannya centering (rata tengah) dan setiap awal surat selalu berada di kanan halaman.
“Kalau kita lihat mushaf lain biasanya penulisan rata kiri kanan dan awal surat bisa nyambung saja di bawahnya,” terangnya.

Selanjutnya, masterpiece dari Museum Batik Pekalongan yang dipamerkan adalah batik Pancasila. Batik tersebut memang memiliki corak lambang pancasila. Batik Pancasila dibuat pada tahun 2016 oleh karyawan museum sendiri untuk dipamerkan di hari Kesaktian Pancasila.

“Di Pekalongan setiap hari batik, selalu diadakan pameran sehingga bertepatan dengan itu maka batik pancasila ini bisa dipamerkan,” jelas Kurnia selaku edukator museum batik Pekalongan.
Selain batik Pancasila, terdapat beberapa batik lain yang dipamerkan yaitu batik parang rusak, batik tiga negeri, batik buketan, dan batik Jawa hokokai pagi sore. Di lokasi pameran, museum batik ini juga menyediakan peralatan membatik. Pengunjung bisa mencoba membantik, karena disediakan kain untuk berekspresi.

‘’Silakan kalau ingin mencoba membatik, ini ada canting dan kainnya. Bisa menuliskan namanya sendiri di kain tersebut,’’ tawar Kurnia pada para pengunjung.

Sedang Museum Airlangga, Kediri punya masterpiece jambangan batu purba. Jambangan batu sepanjang sekitar 1,7 meter yang besarnya hampir menyerupai bak mandi. Hanya, di lokasi pameran hanya arca Dewa Brahma, arca patung primitive, dan arca Dewi Parvati.

“Karena Jambangan Batu ini tidak memungkinkan dibawa, maka kami hanya memamerkan sebagian koleksi yang mudah dibawa saja, mengingat jarak dari Kediri-Tuban yang tidak dekat juga untuk meminimalisir risiko karena koleksinya asli,” terang Andi Rahardi edukator museum Airlangga.

Terakhir adalah masterpiece dari Museum Daerah,  Tulungagung (Wajakensis) yaitu berupa fosil tengkorak Wajakensis yang ditemukan di tahun 1889-1890 oleh Eugene Dubois di daerah Wajak-Besole, Tulung Agung selatan.

“Ini fosil tengkoraknya hanya replika, karena yang orisinil ada di Belanda,” terang Andi Kustian, edukator Museum Wajakensis.

Selain fosil tengkorak tersebut, juga dipamerkan replika dari manusia prasejarah Wajakensis dan koleksi arkeologi peninggalan masa klasik.

“Sebenarnya replika manusia Wajakensis ini juga masih menduga-duga karena bukan temuan asli seperti di Trinil atau Sangiran. Namun ini dulu usulan budayawan Tulungagung untuk membuatkan seluruh tubuh dari manusia Wajakensis agar setidaknya mengetahui gambarannya seperti apa,” kata Andi.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *