Tujuan Ideologi Islam Transnasional  yang Masuk ke Indonesia Dibeber di IAINU Tuban

oleh -
KUPAS ISLAM TRANSNASIONAL : Ishlah Bahrowi Mengupas Islam Transnasional saat Smeinar di IAINU Tuban

TUBAN

Penulis : M. Rizqi

Link Banner

Lenterakata.com – Ideologi Islam Transnasional yang di antaranya adalah islam dengan faham radikal, targetnya adalah ingin menumbangkan Nahdlatul Ulama (NU). NU yang menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia dianggap sebagai kelompok yang menghalangi faham-faham radikal tersebut berkembang di Indonesia.

Sebab, Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim, merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Sehingga banyak kepentingan yang masuk. Faham radikal yang ingin memaksakan khilafah untuk menjadi satu-satunya aturan dalam bernegara menganggap NU adalah musuh yang harus ditumbangkan.

Hal itu disampaikan Ishlah Bahrowi Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia saat menjadi narasumber dalam seminar nasional bertajuk ‘Peta Pergerakan Islam Transnasional dan Tantangan NU di Dunia Global’. Seminar digelar di aula KH. Hasyim Asy’ari Kampus di Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama ( IAINU) Tuban, Minggu (27/11/2022). Seminar itu digelar dalam rangka kegiatan Pra Konfercab VII Pengurus Cabang (PC) NU Kabupaten Tuban.

‘’Semua ideologi islam transnasional yang berkembang ingin menumbangkan NU, di Indonesia NU dan Muhammadiyah bekerjasama untuk menghadang faham-faham yang ingin menumbangkan NKRI,’’ ujar Ishlah Bahrowi.

Indonesia, lanjut pria asal Madura itu, adalah negara yang tidak  masuk akal. Sebab, dengan ribuan pulau, jutaan bahasa dan  budaya namun tetap bisa bersatu dan aman sentausa. Kondisi seperti itu, kata dia, kalau di Eropa atau Arab, Indonesia sudah bisa pecah menjadi puluhan negara. Seperti bekas Uni Soviet misalnya.

‘’Indonesia kalau tidak ada NU dan ulama serta tokoh-tokoh yang merumuskan satu tonggak dan konsep negara yang berbeda namun tetap satu, mungkin sudah tamat Indonesia ini. Sekarang mulai banyak faham-faham yang ingin semua diseragamkan tanpa menghargai perbedaan,’’ tuturnya.

Dia mencontohkan, ada faham yang jika kelompoknya mengharamkan maulid maka semua harus mengharamkan, mereka mengharamkan ziarah kubur maka semua dipaksa harus mengharamkan.

‘’Faham seperti ini mulai mau dipaksakan, tidak mau menghargai perbedaan. Faham seperti harus diwaspadai dan ditangkal,’’ tandasnya.

Dalam sejarahnya, ungkap dia, Nabi Muhammad SAW saja tidak merisaukan perbedaan. Sebab, Nabi bisa membedakan bagaimana persoalan keimanan yang tidak ada kompromi dengan bagaimana kehidupan atau kebiasaan serta budaya manusia yang harus dikompromikan. Yang tidak mau menghargai perbedaan, menurut Bahrowi mungkin belum membaca tarikh atau sejarah.

‘’Di sana banyak kisah bagaimana Nabi sangat menghargai perbedaan. Penyakit manusia itu merasa paling. Merasa paling alim, kaya, benar, merasa paling dekat dengan Allah dan sebagainya, sehingga orang atau kelompok lain salah, tidak benar, kafir atau lainnya,’’ ungkap dia.

Karena itu, masyarakat, khususnya muslim dan khusus lagi warga NU harus cermat dan mewaspadai faham-faham yang kaku tersebut. Karena menurut pria yang juga penasehat ahli di Mabes Polri ini, agama adalah yang paling gampang untuk menghipnotis orang. Maka pemahaman masyarakat harus dalam. Jangan gampang menyalahkan orang, jangan mudah menggunakan agama untuk menuduh atau menyalah-nyalahkankan orang lain.

‘’Karena kalau ingin menguasai dunia, maka kuasai islam. Misalnya HTI dan kelompok radikal lainnya, kantor pusatnya di London, kenapa dibawa ke Indonesia? Ini harus dipahami sehingga kita tidak mudah terpengaruh, semua untuk menghancurkan islam,’’ bebernya.

Pria yang sudah berkeliling sebagian negara-negara di dunia ini menyebut, sejarah mencatat bahwa yang memporakporandakan islam adalah persoalan politik. Khalifah Ustman dan Syayidina Ali dibunuh gara-gara politik. Syayidina Ali dibunuh Abdurrahman bin Muljam karena dianggap Khalifah Ali sudah kafir oleh kelompok mereka.

“Saat ini, faham-faham seperti itu mulai meracuni sebagian habaib. Mereka menghina ulama-ulama NU, padahal hanya di Indonesia yang warganya memuliakan dzuriyyah Nabi. Itu atas anjuran dan ajaran ulama-ulama NU. Namun malah ulama-ulama NU dicaci maki,’’ katanya.

Satu hal lagi, lanjut dia, NU adalah organisasi yang tidak  pernah memberontak negaranya sendiri, karena NU cinta pada negara ini. NU terus menjaga NKRI tetap utuh, karena Indonesia berdiri berdasarkan kesepakatan bersama atas semua perbedaan.

‘’Jika ada yang memaksa untuk menggunakan syariat islam dalam bernegara, pertanyaaan syariat islam versi siapa, karena kelompok islam banyak? Ini akan menjadi persoalan yang  tidak  permah selesai. Maka Pancasila yang sangat relevan.  Negara Sudan pernah menerapkan syariat islam itu, maka terjadi perpecahan, perang sipil selama 24 tahun, banyak kudeta dan perang karena kepentingan politik. Kita menjaga hal itu tidak terjadi di Indonesia,’’ tegasnya.

Seminar dihadiri oleh para pengurus NU Tuban, perwakilan Muhammadiyah, Kemenag, para pengurus banom NU, lembaga NU dan para mahasiswa. Seminar dibuka Rektor IAINU Tuban H. Akhmad Zaini, S.Ag, M.Si.

Rektor IAINU Tuban menyampaikan, politik kebangsaan adalah yang dikembangkan NU agar bangsa tetap utuh dan anak bangsa tidak tercerai berai. Sejak jaman Belanda, lanjut dia, NU mengembangkan itu. NU tidak sepakat dengan Belanda yang menjajah. Maka ada fatwa memakai celana haram, pakai dasi haram, atau yang menyerupai pakaian penjajah Belanda haram.

‘’Ini untuk mengembangkan sikap antipenjajah, politik kebangsaan ini jadi bulan-bulan, dibully dan dianggap kolot. Tapi harus dipahami konteks kebijakan itu lahir, alasan kenapa sikap itu lahir, maka hasilnya adalah nasionalisme. Sikap antipenjajah, dan semangat untuk  melawan penjajah, maka lahirlah resolusi jihad yakni sikap untuk berani melawan penjajah,’’ urainya.

Melalui diskusi yang digelar tersebut, Zaini berharap NU sebagai organisasi besar punya peran untuk menjaga NKRI,  untuk melindungi agar NKRI tetap bersatu dan utuh. Memang marak politik identitas setidaknya mulai muncul 2010 lalu. Bagaimana menggunakan islam menjadi identitas politik.

‘’Ada tokoh yang punya pemahaman kurang, sehingga menggunakan identitas agama demi untuk kepentingan politik. Karena itu kalau kerjasama carilah pihak atau kekuatan poltik yang tidak  mengancam persatuan bangsa,’’ pesannya.

Sedang pengurus PCNU yang diwakili Drs. Ali Imron menjelaskan, ada banyak kegiatan yang dilaksanakan sebagai rangkaian pra konfercab NU. Banom dan lembaga banyak menggelar kegiatan. Salah satunya yang dilaksanakan IAINU Tuban ini.

‘’Rangkaian kegiatan konfercab sudah  dilaksanakan sejak lama. Juga masih akan dterus dilaksanakan. LBM nanti misalnya akan bahtsul masail membahas bagaimana fasum yang masih layak tapi direvitalisasi bagaimana hukumnya. Terimakasih pada Rektor dan IAINU yang telah menggelar seminar ini,’’ katanya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *