Isi Kuliah Umum di IAINU Tuban, Dua Dosen Bongkar Pola Asuh Anak ala Barat dan Timur

oleh -
NARASUMBER : Malikatus Sholihah salah satu Narasumber saat Memberikan Materi

TUBAN

Penulis : M. Rizqi

Link Banner

Lenterakata.com –  Dua dosen Muhammad Luthfillah, M.Psi, M.Pd dari Unisla Lamongan dan Malikatus Sholihah, M.Pd dosen PIAUD IAINU Tuban membongkar pola asuh anak atau parenting ala barat dan timur.

Dua model parenting dibeber saat mengisi kuliah umum dengan tema ‘Parenting ala Barat dan Timur di Era Society 5.0’ yang digelar di kampus Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban. Kuliah umum digelar mahasiswa program studi (prodi) Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)  Fakultas Tarbiyah IAINU di aula KH, Hasyi Asy’ari, Selasa (30/1/2024).

Tuban sebagai calon  pendidik, mahasiswa PIAUD harus memahami model-model parenting. Sebab, kemampuan parenting atau pola asuh anak bisa menjadi bekal mahasiswa saat terjun ke masyarakat.

Sehingga mahasiswa diajari pola asuh anak dari metode barat dan timur, yang kelak akan menjadi pendidik diharapkan memahami metode parenting ala barat dan timur ini untuk bekal mengajar. Kuliah umum ini juga dirangkai dengan pentas seni dari para mahasiswa PIAUD sebagai pengembangan dan salah satu materi pembelajaran.

Tampil pertama, Malikatus Sholihah di antaranya menjelaskan tentang pendapat Heidi Keller seorang Psikolog terkenal. Dia menyebut, pola asuh barat lebih menitik beratkan pada kontak mata, eksplorasi dan, memberi kepercayaan dan kebebasann pada anak.

Sehingga sejak kecil anak sudah bisa mengontrol terhadap lingkungannya, anak lebih ekspresif, anak lebih percaya diri dan lebih mengenal dirinya sendiri. Juga berani mengatur dan berargumen serta lebih mandiri.

Salah satu contohnya adalah membiarkan anak kecil untuk makan sendiri tanpa dibantu. Tentu akan belepotan dan kotor, namun dari sana akan membentuk karakter dan berlatih mandiri.

‘’Kalau melihat hal ini adalah repot dan ribet, karena habis mandi dan ganti pakaian bersih lalu makan dan kotor lagi. Harus dimandikan lagi dan diganti pakaian bersih lagi. Dari di sana ada proses belajar mandiri,’’ ujarnya.

Sementara dalam pola asuh timus, lanjut Malika,  ada aturan, anak lebih sopan namun tergantung dengan orang lain. Misalnya anak mau makan sesuatu dia akan bertanya pada orangtuanya, boleh makan ini apa tidak.

‘’Juga anak sering belum bisa mengontrol emosi dan keinginannya. Misal akan nangis kalau tidak  dibelikan balon atau keinginan tak terpenuhi,’’ katanya.

Pematari kedua Muhammad Luthfillah menekankan bahwa sebelum berbicara soal parenting seseorang harus selesai dengan dirinya sendiri dulu. Sebab, menurut dia, saat ini masih banyak yang belum tahu atau faham dengan dirinya sendiri.

‘’Karena itu kita harss tahu dulu kelebihan dan kekurangan masing-masing. Karena kita bisa  dengan mudah melihat atau menemukan kelebihan dan kekuurangan orang lain, tapi sulit untuk menemukan pada diri sendiri, kita jarang bercermin sehingga jarang tahu kekurangan diri sendiri,’’ ujarnya.

Karena itu, Luthfillah para seluruh peserta untuk menuliskan lima kekurangan dan kelebihannya dalam waktu tiga menit. Dan, tidak semua peserta bisa menuliskan dengan cukup.

‘’Terkadamg kita ngomong parenting namun kita lupa pada diri sendiri,’’ katanya.

Kalau mau ngomong parenting, lanjut dia, juga harus bebas trauma, sehingga kalau jadi pendidik harss meminimalisir trauma. Bagi yang masih punya trauma harus dihilangkan dulu traumanya.

Terkait panteng dosen alumnus Unesa itu juga harus bisa selaras dengan perkembangan jaman saat ini. Saat ini adalah masanya medsos menjadi budaya yang masuk pada kehidupan masyarakat. Sehingga, tak jarang apa yang ada di medsos memengruhi pola pikir kita. Padahal orang-orang yang di medsos tidak semuanya ahli, namun mereka sudah ngomong tentang banyak hal.

‘’Pola pikir kita tanpa sadar dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di medsos, padahal tidak semuanya mereka ahli. Kadang yang benar-benar ahli malah tidak mendapat ruang di medsos. Namun pendapat-pendapat orang yang belum tentu ahli itu kadang kita terima dan memengaruhi pendapat dan pola pikir kita secara tidak langsung,’’ ungkapnya.

Sebagai pendidik, atau sebagai orang tua harus faham dunia seperti apa yang saat ini berkembang dan dimasuki oleh anak-anak itu. Sehingga, medsos tidak harus menjadi acuan namun ada filter di sana.

Terkait pola pendidikan ala barat dan timur, Luthfillah mengatakan, pendekata pola asuh a;a barat  mendorong dan cenderung pada kemandirian dan inisiatif. Sedangkan pendekatan pola asuh ala timur biasanya mementingkan disiplin dan ketaatan, kerjasama serta koordinasi. Juga ada penggunaam durasi waktu dan lama penggunaan.

‘’Hal-hal yang harus dipertimbangkan di era 5.0 ini di antaranya adalah pendidikan teknologi, keamanan digital dan internet, kretivitas serta inovasi. Orang tua harus bisa beradaptasi dengan perkembangan jaman 5.0 ini dan memastikan bahwa anak-anak mereka memiliki ketrampilan untuk mengikuti perkembangan tersebut agar tidak tidak salah langkah,’’ tandasnya.

Sementara Nuraili Dina Hafni, M.Pd Kaprodi PIAUD mengaku bangga dengan sajian yang ditampilkan mahasiswanya. Dia berharap ke depan semakin baik lagi penampilan maupun kualitasnya. Acara ini juga dihadiri Dekan Fakultas Tarbiyah Muslimin, M.Pd dan Wakil Rektor Bidang Kurkulum dan Kerjasama Agus Fatoni,M.Pd.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *