BLORA
Penulis : Ghina
Lenterakata.com – Di tangan seseorang yang kreatif, bahan apa saja bisa menjadi apa saja. Dari bahan-bahan yang tak terduga, bisa menghasilkan dana. Itulah yang dilakukan Supriyanto (51) warga Desa Kalangan, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Dari tangan pria ini, lahir tokoh-tokoh wayang dari bahan karpet. Tentu saja, wayang buatannya laku dijual. Wayang berbahan karpet buatan Supriyanto banyak diminati warga pecinta seni budaya dari dalam hingga luar daerah.
Meski wayang buatannya tidak berbahan kulit (lulang) sapi atau kambing, namun menarik perhatian warga dan ingin membelinya sebagai hiasan rumah atau latihan memainkan wayang bagi anak-anak.
Ia mengaku belajar membuat dan memahat wayang mulai tahun 1979 atau ketika dirinya masih SD sampai dengan sekarang.
“Ini bahannya dari karpet, bukan lulang sapi atau kambing. Karpetnya dipilih yang tebal dan mudah atau lentur dipahat bentuk wayang,” ucapnya.
Satu buah wayang, jelasnya, bisa diselesaikan satu hingga dua hari. Tetapi itu belum termasuk pemasangan gapit (tangkai atau pegangan) hingga proses pewarnaan karakter wayang dengan aneka warna cat.
Bahannya, seperti karpet, bambu, cat dan tali, mudah didapatkan di toko dan lingkungan desa sekitar.
“Satu buah wayang ini saya jual dengan harga Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Tergantung ukuran wayang,” kata dia.
Untuk pemasaran, lanjunya, selain menerima order langsung dari pembeli juga dilakukan di sejumlah tempat, salah satunya di pasar Pon Blora.
Supriyanto mengatakan, kebanyakan tokoh wayang yang diminati warga yaitu punakawan dan pandawa lima.
“Itu yang diminati punakawan dan pandawa lima. Wayang buatan saya ini sudah sampai luar daerah, seperti Sulawesi dan Sumatra. Bahkan ada yang pesan, untuk diberikan anaknya yang ada di Amerika,” ucapnya.
Untuk pengiriman wayang ke luar daerah, kata dia, dipilihnya jasa Pos Indonesia. Sebab, dinilai lebih aman dan tidak mahal.
Selama pandemi, menurut dia, pesanan menurun. Kalau sebelum pandemi rata-rata 10 hingga 15 pemesan tiap bulan, namun saat pandemi rata-rata 5 hingga 10 pemesan wayang buatannya.
“Ada pemesan atau tidak saya tetap buat wayang, sebab saya jual langsung bila hari pasaran atau kalau ada ada keramaian. Tapi keramaian sekarang ini dibatasi, jadi gerak saya juga kurang leluasa,” tambahnya.
Sejatinya, Supriyato adalah seorang seniman kethoprak (drama tradisioal). Namun seiring pasang surut pelaku seni tradisional, maka untuk menopang kebutuhan ekonomi ia tetap bertahan membuat wayang dan memasarkannya sendiri.(*)
