Dua Tahun Sembunyi di Hutan Terpidana Penganiayaan Menyerah

oleh -
DIBORGOL: Tangan Terpidana Witno Diborgol Agar Tidak Lari Lagi

TUBAN

Penulis: M. Rizqi

Link Banner

Lenterakata.com – Dua kali berhasil kabur dari sergapan tim Kejaksaan Negeri Tuban, dan bersembunyi di dalam hutan selama 2 tahun lebih, terpidana kasus penganiayaan anak akhirnya menyerah.

Terpidana 8 bulan penjara itu tak berkutik ketika dia disergap tim Kejari Tuban di sebuah jalan desa. Meski sempat berteriak minta tolong, pelaku penganiayaan terhadap anak tetangganya sendiri itu berhasil digelandang ke Kejari. Dua tangannya diborgol dan dikawal.

Begitulah akhir pelarian Witno (48) warga Kelurahan Latsari, Kecamatan Bancar ini. Jumat (12/4/2019) pagi menjadi akhir dari pelariannya. Dia harus menjalani hukuman 8 bulan penjara yang sudah diputus hakim pengadilan negeri (PN) Tuban yang menyidangkan.

‘’Dia sudah dua kali kabur. Pertama saat akan dijemput petugas di rumahnya,’’ ujar Kepala Kejari Tuban, Yuswadi, SH pada para wartawan.

Saat itu, tujuh hari setelah putusan pengadilan terhadap tersangka pada Oktober 2016 silam. Witno yang kesehariannya sebagai petani, tak terima dengan putusan jaksa 8 bulan atas perbuatannya melakukan kekerasan terhadap anak tetangganya.

‘’Saat itu, tim kami sudah mengejar,’’ tambahnya.

Witno berhasil kabur dan masuk hutan di sekitar desanya. Hingga waktu pun berlalu. Pada tahun 2017, tim Kejari kembali berusaha menangkap pelaku kekerasan namun gagal. Waktu itu, ada informasi jika Witno menggarap ladangnya di sekitar hutan.

Informasi itu benar, namun petugas kembali gagal membawa Witno, karena dia kembali kabur masuk hutan. Petugas mengendap-ngendap mendekat lokasi terpidana itu.

Ternyata Witno tahu ada petugas yang mendekatinya. Seketika itu dia lari dan sempat melompati rumput ilalang setinggi 1,5 meter. Lalu menghilang ke dalam hutan.

‘’Petugas Kejari tak bisa berbuat banyak karena tak dibekali senapan, hanya membawa borgol. Meski gagal, kami terus mencari,’’ ungkap Kajari.

Ternyata, setelah pengejaran pertama di tahun 2016, pelaku tak pernah pulang ke rumahnya karena takut di penjara. Dia memilih bertahan di dalam hutan. Kabarnya makan mengandalkan apa yang ada di dalam hutan.

Dan tidur pun berpindah-pindah lokasi di dalam hutan. Hanya, informasi yang diterima petugas, sesekali mendapat kiriman dari keluarga.

Mungkin merasa sudah aman, karena sepanjang 2018 petugas tak mencarinya, Witno pulang ke rumah. Sudah tiga hari terakhir sebelum ditangkap, Witno pagi berangkat ke ladangnya menggunakan sepeda ontel.

Aktifitas sama dengan jam yang sama dipelajari petugas. Jumat sekitar pukul 05.00 WIB petugas Kejari berangkat ke Bancar untuk menangkap Witno.  Satu jam kemudian, petugas tiba di lokasi, dan nyanggong pelaku di jalan yang biasa dilalui. Alasan petugas tak menangkap di rumah, karena terlalu beresiko banyak sanal familinya. Benar juga, tak lama berselang Witno muncul, dan langsung digrebek.

‘’ Saat ditangkap di jalan area tambang di desa itu, dia sempat teriak minta tolong.  Lalu langsung kami masukkan ke mobil dan dibawa ke kantor Kejari,’’ tandasnya.

Selama pelarian, ada dua momen spesial yang dilewatkan Witno. Yakni saat anaknya khitan dan menikah. Dia tidak pulang dan tetap bertahan di hutan. Saat diingatkan hal itu, raut wajah Witno berubah menjadi sedih.

“Saya tak ingin masuk penjara Pak,” ujarnya lirih pada petugas.

Saat berada di kantor Kejari, petugas mengingatkannya seandainya dulu rela menjalani kurungan tentu sekarang sudah bebas. Begitupula bisa mendampingi anaknya khitan dan nikah. Meski menyesal, Witno sekarang harus masuk ke sel Lapas Tuban.

Selain kurungan 8 bulan, dia juga harus membayar denda Rp 500 ribu, sesuai putusan pengadilan tahun 2016 silam. (wie)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *